Jumat, 14 Maret 2014

Artikel "Keunikan bahasa Mbojo"




Oleh :
-          Nafisa Nadjib
-          Nur Fathi Zulfa Buthsainah (Fatin)


Keunikan bahasa Mbojo

Seperti daerah lainnya, bahasa Mbojo juga merupakan bahasa yang unik. Mengapa? Karena bentuk sapaan, arti bahasa, serta pengucapan bahasa bima memiliki ciri khas tersendiri. Dalam bahasa Mbojo ada beberapa kata yang memiliki  2 atau lebih makna. Misalnya : kata ”mada”. Mada bisa berarti “mata”, “saya”, ”mentah”. Contoh lainnya “sia”, Sia bisa berarti “dia” ataupun “garam”.

Dalam komunikasi sehari-hari orang Bima menggunakan kata-kata sapaan seperti Ama/Dae (Bapak), Ina (Ibu), Sa’e (Kakak), Ari (adik), Ori (paman), Manca/Paca (bibi), Ompu (kakek), Wa’i (nenek), Hera (ipar laki-laki), Wua (ipar perempuan), Rido (menantu), Riana (mertua), Wae (besan). Dalam berkomunikasi, juga digunakan sapaan menggunakan gabungan kata seperti Ari mone (adik laki-laki), Ari siwe (adik perempuan), Ama nia (saudara laki-laki), Ama ncawa (saudara perempuan).

Dalam berkomunikasi baik pada lingkungan keluarga atau pergaulan sehari-hari antara penyapa dan yang disapa, orang Bima biasa dengan sapaan menggunakan nama  seseorang. Penggunaan nama diri bisa terjadi antara suami kepada istri atau sebaliknya, antara orangtua dengan anak atau sebaliknya, demikian juga antara masyarakat biasa baik yang lebih tua ke yang lebih muda atau sebaliknya. Namun yang unik adalah bentuk nama diri yang digunakan berbeda menurut status atau kedudukan seseorang. Nama diri yang digunakan akan muncul menurut kehendak orangtua atau terbentuk menurut keinginan seseorang sesuai kebiasaan pada nama orang lain. Sebagai contoh, seseorang bernama Sudirman umumnya dipanggil Sudi oleh orang yang statusnya lebih tinggi dari dia misalnya kedua orangtua, kakak atau orang yang lebih tua dari dia. Maka nama Sudi atau Sudirman menjadi nama panggilan yang sudah diterimanya sejak kecil. Contoh sapaan dapat dilihat pada kalimat berikut ini: 

§  “Au rawimu Sudi”? (Sedang apa kamu Sudi?);
§  Sudi, weha ja oi pana ru’u Nahu” (Sudi, ambilkan air panas untuk Saya)
Apabila sapaan tersebut diucapkan oleh orang yang lebih muda misalnya adik, istri, atau orang yang sebaya tapi masih ragu siapa yang lebih tua di antara mereka maka bentuk sapaan tersebut berubah menjadi bentuk sebagai berikut:
§  “Au rawita Sedo”? (Sedang apa kamu Sedo?)
§  Sedo, santabe weha ja oi pana ru’u Mada(Sudi, ambilkan air panas untuk Saya)

Penggunaan kata Sedo untuk nama Sudirman (Sudi), ta/Ita (kamu), dan Mada (saya) pada berlaku bagi penyapa yang usianya lebih muda dari yang disapa. Untuk nama Sudirman, panggilan yang khas bisa saja Sudi atau Deo, bergantung pada kebiasaan atau selera orang yang memanggil, yang penting ada kemiripan dengan nama aslinya. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa orang Bima dapat menggunakan nama diri dalam sapaan tanpa menambahkan kata atau bentuk lain yang mendahului atau mengikuti nama diri tersebut.

Kata-kata lain yang sering digunakan sebagai sapaan dalam bahasa Bima adalah Nahu/Mada/Ndaiku dalam bahasa Indonesia bermakna saya, Nggomi/Ita/Ndaimu dalam bahasa Indonesia bermakna kamu, Mada Doho dalam bahasa Indonesia bermakna kami, Ngomi Doho/Ita doho kaso dalam bahasa Indonesia bermakna kamu sekalian. Kata-kata sapaan di atas berkaitan dengan status sosial atau kedudukan seseorang. Penggunaan kata-kata sapaan tersebut terkait dengan umur, status sosial, atau kedudukan seseorang.

Contoh lainnya adalah Nunung Wulandari, oleh adiknya disapa Kak Nunung. Kak (kakak) dalam Bima adalah Sae. Penggunan kata Sae tidak digunakan bergandengan dengan nama seseorang dalam sapaan. Sebagai contoh dapat dilihat pada kalimat berikut ini :

§  Kak Nunung, ita wa’u ra ngaha ta? (Kak Nunung, kamu sudah makan?).
§  Sae, wa’u ra ngaha ta? (Kak, sudah makan?).

Tidak tepat jika menggunakan “Sae Nunung”. Apabila diucapkan oleh orang yang lebih tua, maka kalimat di atas akan berbunyi:
§  Nunung, nggomi wa’u ra ngaha mu? (Nunung, kamu sudah makan?).
§  Ana, wa’u ra ngaha mu? (Nak, sudah makan?).
§  Ari, wa’u ra ngaha mu? (Dik, sudah makan?).
Sapaan menggunakan nama diri yang khas/unik, dalam budaya Bima disebut dengan Lia. Lia artinya menyapa dengan nama yang dapat menunjukkan kesopanan dari yang lebih muda kepada yang lebih tua. Jadi seorang adik harus Lia kakaknya, seorang yang lebih muda harus Lia yang lebih tua, dan juga seorang isteri harus Lia suaminya sekalipun suaminya lebih muda umurnya. Kalau tidak Lia maka orang itu dikatakan tidak memiliki kesopanan dalam bertutur kata.

Penggunaan bahasa Bima saat ini mulai berkurang. Semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi, serta terjadinya percampuran dan perantauan penduduk menyebabkan penggunaan bahasa Bima menjadi tidak murni lagi. Adanya penambahan, perubahan atau pergeseran dalam sapaan oleh masyarakat kota akan menyebabkan tata krama dalam berbahasa menjadi berkurang, sehingga terkadang masyarakat Bima yang berada di pedesaan merasa bahwa hal tersebut kurang sopan.

Sebagai generasi muda Mbojo, Kita harus bangga terhadap bahasa yang kita miliki dan jangan pernah malu untuk melestarikannya yang mungkin sebagian masyarakat di era globalisasi ini menganggap bahwa bahasa Mbojo adalah bahasa yang menjenuhkan.


Yup, guys…… kalian juga bisa baca artikel 2 nya. Itu adalah artikelku, Nafisa dan temanku Fatin. Bagaimana? Sudah baca belum cerita tentang pengalaman kita saat membuatnya. Jadi, bagaimanapun hasilnya maklumi saja ya. Doakan kita bisa menang, aamiin….. Yang pasti tujuannya agar apa yang kami tulis tersebut bisa bermanfaat untuk semua orang, terutama sahabat setia Magis Castle.
THANK YOU, GUYS………..:)



1 komentar:

  1. halo mb nafisa dan mb nur, saya tertarik sekali dg keunikan sapaan bahasa bima ini. kalau boleh minta kontaknya ya mb..mau tanya-tanya. ini nomor whatsapp saya 085236120665

    BalasHapus