Oleh :
-
Nafisa Nadjib
-
Nur Fathi Zulfa Buthsainah (Fatin)
Keunikan bahasa Mbojo
Seperti
daerah lainnya, bahasa Mbojo juga merupakan bahasa yang unik. Mengapa? Karena
bentuk sapaan, arti bahasa, serta pengucapan bahasa bima memiliki ciri khas
tersendiri. Dalam bahasa Mbojo ada beberapa kata yang memiliki 2 atau lebih makna. Misalnya : kata ”mada”.
Mada bisa berarti “mata”, “saya”, ”mentah”. Contoh lainnya “sia”, Sia bisa
berarti “dia” ataupun “garam”.
Dalam komunikasi sehari-hari orang Bima menggunakan
kata-kata sapaan seperti Ama/Dae (Bapak), Ina (Ibu), Sa’e (Kakak),
Ari (adik), Ori (paman), Manca/Paca (bibi), Ompu (kakek),
Wa’i (nenek), Hera (ipar laki-laki), Wua (ipar perempuan),
Rido (menantu), Riana (mertua), Wae (besan). Dalam
berkomunikasi, juga digunakan sapaan menggunakan gabungan kata seperti Ari
mone (adik laki-laki), Ari siwe (adik perempuan), Ama nia (saudara
laki-laki), Ama ncawa (saudara perempuan).
Dalam berkomunikasi baik pada lingkungan keluarga atau
pergaulan sehari-hari antara penyapa dan yang disapa, orang Bima biasa dengan
sapaan menggunakan nama seseorang.
Penggunaan nama diri bisa terjadi antara suami kepada istri atau sebaliknya,
antara orangtua dengan anak atau sebaliknya, demikian juga antara masyarakat
biasa baik yang lebih tua ke yang lebih muda atau sebaliknya. Namun
yang unik adalah bentuk nama diri yang digunakan berbeda menurut status atau
kedudukan seseorang. Nama diri yang digunakan akan muncul menurut kehendak
orangtua atau terbentuk menurut keinginan seseorang sesuai kebiasaan pada nama
orang lain. Sebagai contoh, seseorang bernama Sudirman umumnya dipanggil
Sudi oleh orang yang statusnya lebih tinggi dari dia misalnya kedua
orangtua, kakak atau orang yang lebih tua dari dia. Maka nama Sudi atau
Sudirman menjadi nama panggilan yang sudah diterimanya sejak kecil. Contoh
sapaan dapat dilihat pada kalimat berikut ini:
§ “Au
rawimu Sudi”? (Sedang apa kamu Sudi?);
§ “Sudi,
weha ja oi pana ru’u Nahu” (Sudi, ambilkan air panas untuk
Saya)
Apabila sapaan tersebut diucapkan oleh
orang yang lebih muda misalnya adik, istri, atau orang yang sebaya tapi masih
ragu siapa yang lebih tua di antara mereka maka bentuk sapaan tersebut berubah
menjadi bentuk sebagai berikut:
§ “Au rawita Sedo”? (Sedang
apa kamu Sedo?)
§ “Sedo, santabe weha ja oi pana ru’u Mada”
(Sudi,
ambilkan air panas untuk Saya)
Penggunaan
kata Sedo untuk nama Sudirman (Sudi), ta/Ita (kamu), dan Mada
(saya) pada berlaku bagi penyapa yang usianya lebih muda dari yang disapa.
Untuk nama Sudirman, panggilan yang khas bisa saja Sudi atau Deo, bergantung
pada kebiasaan atau selera orang yang memanggil, yang penting ada kemiripan
dengan nama aslinya. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa orang Bima dapat
menggunakan nama diri dalam sapaan tanpa menambahkan kata atau bentuk lain yang
mendahului atau mengikuti nama diri tersebut.
Kata-kata
lain yang sering digunakan sebagai sapaan dalam bahasa Bima adalah Nahu/Mada/Ndaiku
dalam bahasa Indonesia bermakna saya, Nggomi/Ita/Ndaimu dalam
bahasa Indonesia bermakna kamu, Mada Doho dalam bahasa Indonesia
bermakna kami, Ngomi Doho/Ita doho kaso dalam bahasa Indonesia
bermakna kamu sekalian. Kata-kata sapaan di atas berkaitan dengan status
sosial atau kedudukan seseorang. Penggunaan kata-kata sapaan tersebut terkait
dengan umur, status sosial, atau kedudukan seseorang.
Contoh
lainnya adalah Nunung Wulandari, oleh adiknya disapa Kak Nunung. Kak (kakak)
dalam Bima adalah Sae. Penggunan kata Sae tidak digunakan
bergandengan dengan nama seseorang dalam sapaan. Sebagai contoh dapat dilihat
pada kalimat berikut ini :
§ Kak Nunung, ita wa’u ra ngaha ta?
(Kak Nunung, kamu sudah makan?).
§ Sae, wa’u ra ngaha ta?
(Kak,
sudah makan?).
Tidak
tepat jika menggunakan “Sae Nunung”. Apabila diucapkan oleh orang yang
lebih tua, maka kalimat di atas akan berbunyi:
§ Nunung, nggomi wa’u ra
ngaha mu? (Nunung, kamu sudah makan?).
§ Ana, wa’u ra ngaha mu?
(Nak,
sudah makan?).
§ Ari, wa’u ra ngaha mu?
(Dik,
sudah makan?).
Sapaan
menggunakan nama diri yang khas/unik, dalam budaya Bima disebut dengan Lia.
Lia artinya menyapa dengan nama yang dapat menunjukkan kesopanan dari
yang lebih muda kepada yang lebih tua. Jadi seorang adik harus Lia kakaknya,
seorang yang lebih muda harus Lia yang lebih tua, dan juga seorang
isteri harus Lia suaminya sekalipun suaminya lebih muda umurnya. Kalau
tidak Lia maka orang itu dikatakan tidak memiliki kesopanan dalam
bertutur kata.
Penggunaan
bahasa Bima saat ini mulai berkurang. Semakin maju ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta terjadinya percampuran dan perantauan penduduk menyebabkan
penggunaan bahasa Bima menjadi tidak murni lagi. Adanya penambahan, perubahan
atau pergeseran dalam sapaan oleh masyarakat kota akan menyebabkan tata krama
dalam berbahasa menjadi berkurang, sehingga terkadang masyarakat Bima yang
berada di pedesaan merasa bahwa hal tersebut kurang sopan.
Sebagai
generasi muda Mbojo, Kita harus bangga terhadap bahasa yang kita miliki dan
jangan pernah malu untuk melestarikannya yang mungkin sebagian masyarakat di
era globalisasi ini menganggap bahwa bahasa Mbojo adalah bahasa yang
menjenuhkan.
Yup, guys…… kalian juga bisa baca artikel 2 nya. Itu adalah artikelku,
Nafisa dan temanku Fatin. Bagaimana? Sudah baca belum cerita tentang pengalaman
kita saat membuatnya. Jadi, bagaimanapun hasilnya maklumi saja ya. Doakan kita
bisa menang, aamiin….. Yang pasti tujuannya agar apa yang kami tulis tersebut
bisa bermanfaat untuk semua orang, terutama sahabat setia Magis Castle.
THANK YOU, GUYS………..:)
halo mb nafisa dan mb nur, saya tertarik sekali dg keunikan sapaan bahasa bima ini. kalau boleh minta kontaknya ya mb..mau tanya-tanya. ini nomor whatsapp saya 085236120665
BalasHapus